Selasa, 27 Agustus 2013

Bidan PTT Resah

        SEJAK dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 7 Tahun 2013, muncul keresahan di kalangan bidan desa yang terikat kontrak  PTT (Pegawai Tidak Tetap). Selain itu, pihak kementerian kesehatan juga telah mengirim surat kepada seluruh gubernur, walikota dan bupati. Sehingga dokumen resmi tersebut kini telah beredar di puskesmas dan bidan desa.
            Dalam Pasal 9 menyebutkan, menteri dapat mengangkat kembali atau memperpanjang bidan sebagai PTT paling banyak untuk 2 (dua) kali masa penugasan. Satu kali masa penugasan  selama tiga tahun.
            Itulah sebabnya akhir-akhir ini para bidan PTT di seluruh Indonesiaterancam dirumahkan atau menganggur.  Keresahan tersebut diperlihatkan dengan aksi unjuk rasa di beberapa daerah, hingga  berujung ke istana negara. Kejadian ini menjadi menarik, karena petugas kesehatan diketahui jarang sekali -, bahkan hampir tidak pernah berunjuk rasa massal memprotes kebijakan pemerintah.
            Bila ditelusuri, ternyata ada hal mendasar yang patut dicermati.
            Pertama, hampir dua puluh tahun sejak peraturan bidan PTT di keluarkan, lewat Keputusan Presiden No.23 Tahun 1994,  para bidan desa boleh memperpanjang masa tugasnya sebagai PTT.  Mereka dapat berlama-lama tinggal di desa menjalani semua tugas pokok dan fungsinya sebagai perpanjangan tangan puskesmas. 
            Setelah lulus pendidikan Akedemi Kebidanan, umumnya para bidan mendaftar program PTT. Sebagian kecil mencari jalan lain, bekerja di rumah sakit swasta atau meneruskan studi. Setelah diterima sebagai bidan PTT, mereka menerima gaji Rp 1,7 juta per bulan.  Disamping itu, mereka juga berhak atas insentif  Rp 1,7 juta untuk desa terpencil dan Rp 2,7 juta untuk desa sangat terpencil. Penetapan kriteria lokasi desa biasa, terpencil dan sangat terpencil ini dusulkan kabupaten masing-masing. Seluruh gaji dan insentif langsung dibayar dari Pusat.
            Besaran gaji tersebut memang cukup mengiurkan, apalagi bagi seorang tenaga kerja baru lulus sekolah (fresh graduate).  Bersamaan dengan itu, bidan PTT juga diperkenankan praktik swasta. Jasa mereka dibayar langsung dari kocek pasien ibu hamil (fee for services). Dan beberapa pertolongan persalinan lainnya, khusus bagi masyarakat miskin, disubsidi langsung dari Dinas Kesehatan setempat.
            Kedua, pemerintah tampaknya akhir-akhir  ini agak kewalahan dengan pembiayaan pegawai. Kementerian Keuangan memberi aba-aba, tahun 2013 anggaran belanja pegawai Rp 241 Trilyun, atau 15 persen dari nilai keseluruhan APBN. Setiap tahun pula biaya pegawai naik  2,5 persen.
            Pihak Menpan telah mencoba kran buka-tutup dalam penerimaan PNS. Tak jarang terjadi moratorium, pertumbuhan jumlah pegawai ditekan pada titik terendah (zero growth).
            Perlu diketahui, dulu sekolah kebidanan jumlahnya sedikit, masih terbatas di ibukota propinsi. Itu pun sekolah ikatan dinas yang dibiayai pemerintah.   Tapi sekarang, Akademi Kebidanan telah menjamur. Hampir di setiap kota-kota kecil ditemukan Akademi Kebidanan, dikelola swasta. 
Dari sekitar 750 Akademi Kebidanan yang bertebar di tanah air, tak kurang 25 ribu bidan diwisuda. Selanjutnya, mereka mendaftar program bidan PTT. Sisanya, langsung bekerja di rumah sakit, klinik swasta, atau melanjutkan studi.
Dengan kondisi APBN selalu defisit,  tampaknya pemerintah berusaha keras melakukan penghematan. Salah satu imbasnya, terjadi pembatasan sektor tenaga kesehatan, khususnya regulasi kebijakan bidan PTT.
Ketiga, masih tingginya Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI). Dari data Human Development Report (2010), AKB di Indonesia mencapai 31 per 1000 kelahiran hidup. Angka itu, 5,2 kali lebih tinggi dibandingkan Malaysia. Juga, 1,2 kali lebih tinggi dibandingkan Filipina dan 2,4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan Thailand.
Begitu pula angka kematian ibu (AKI), survei terakhir terungkap 228 per 100 ribu kelahiran. Kenyatan ini menjadikan negara kita  tergolong negara yang “kurang sayang ibu”, karena AKI tertinggi se-Asean. Termasuk Jawa Barat, masih dalam peringkat lima besar provinsi teratas penyumbang AKI/AKB.
Salah satu faktor utama tingginya AKI adalah disebabkan masih rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan. Masalah budaya dan kebiasaan menyebabkan ibu melahirkan banyak ditolong dukun beranak (paraji) tidak terlatih. Sehingga peran bidan desa sangat dibutuhkan sebagai garda depan penekan AKI/AKB..
Tugas bidan PTT
            Tujuan penempatan bidan PTT di desa untuk meningkatkan mutu dan pemerataan pelayanan kesehatan Kesehatan Ibu dan Anak Anak (KIA) melalui puskesmas dan posyandu, serta kunjungan aktif ke rumah (home visit). Tempat tinggal mereka difasilitasi oleh Desa, apa yang dikenal selama ini sebagai Polindes (Poliklinik Bersalin Desa).
            Dengan kondisi geografi yang variatif, para bidan desa sering mengalami banyak rintangan lingkungan. Bagaimana mungkin, seorang gadis muda yang baru lulus pendidikan harus berhadapan dengan realita kehidupan desa terpencil, jauh dari sanak saudara, ttak jarang tanpa aliran listrik, sulitnya jaringan komunikasi dan sarana tranportasi,  terpaksa harus berjibaku mempertahankan profesinya.
 Kisah pilu acap kali kita temukan, seorang bidan desa terpaksa mengorbankan nyawa demi menjalankan tugasnya, direnggut ganasnya suasana desa pedalaman. Inilah contoh bagaimana heroism masih tersisa yang tidak bisa dinilai dengan materi sekali pun.
            Di tengah jaman hedonime dan konsumerisme hidup di perkotaan sekarang ini, keinginan bidan PTT yang mau terus menetap di desa selayaknya tidak dipandang sebelah mata. 
            Kuba dan China  adalah contoh negara yang masih mempertahankan konsep para petugas kesehatannya ditempatkan di desa. Selain itu, Kerala (India) sebuah negara kecil yang miskin, sanggup menekan AKI/AKB, menyaingi negara-negara maju di Barat.
            Bagi Indonesia, ditengah besarnya duit negara dikorupsi, mungkin suatu khilaf besar bila penugasan bidan PTT di desa dibatasi sementara AKI/AKB yang masih tinggi. Rasa keadilan ini timbul karena kita masih terus berharap lahirnya ribuan bayi-bayi yang ditolong bidan desa, siapa sangka salah satunya kelak menjadi presiden republik ini.

Sumber: SUARA PEMBARUAN, 22 Mei 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar