Selasa, 27 Agustus 2013

Awas Jebakan Media Sosial

              Untuk kedua kedua kalinya Farhat Abas terperosok. Setelah ucapannya beberapa waktu lalu di media sosial  lewat twitter menyinggung Ahok, panggilan akrab wakil gubernur DKI Basuki Purnama, yang akhirnya Farhat ditetapkan sebagai tersangka.
            Belum beres urusan Ahok, kali ini ucapan Farhat lewat akun @farhatabbas kembali buat geger. Twit-nya berbunyi: “Kalau gue pihak Sriwijaya Air! Gue akan pasang badan agar penumpang gue gak dipenjara! Pramugari yg gak sopan gue pecat!  dan “Pramugari harus merasa sebagai pembantu dalam pesawat terbang, bukan peragawati dalam pesawat”.
Kalimat itu mengomentari kasus Nur Febriani,  pramugari Sriwijaya Air, yang menjadi korban pemukulan seorang pejabat belum lama ini. Akibatnya Nur Febriani berang. Ia balas berkomentar melalui surat terbuka edaran bbm (blackberry messenger). Bagi Nur Febriani, ucapan  Farhat melecehkan profesi pramugari, dan meminta Farhat minta maaf. (http://oktavita.com/surat-protes-pramugari-pada-farhat-abbas.htm)
Jika direnungkan, apa yang sedang berkembang saat ini tampaknya media sosial mulai meracuni sendi kehidupan kita. Kemajuan teknologi informasi menembus alam privatisasi diri. Tercatat pengguna selluler di Indonesia (2013)  240 juta pelanggan. Sungguh fantastik, melebih jumlah penduduk Indonesia 230 jiwa (BPS, 2012)
Apa yang pernah dikuatirkan futuris Alvin Toffler, Fukuyama, Milton Friedman lainnya  memenag betul. Perkembangan globalisasi memaksa orang berada dalam ruang sempit. Tidak hanya jarak, tetapi perubahan perilaku hingga degradasi moral.
Contoh seorang ibu yang meminta tangggungjawab seorang rektor suatu lembaga pendidikan di Jatinangor tentang anaknya melalui Youtube beberapa hari lalu (Tribun 12/5), membuktikan ketersinggungan privasi bergeser ke ruang publik. Artinya, ruang media sosial dijadikan alat penekan sosial.
Beberapa kasus lainnya, banyak pengguna media sosial terpaksa minta maaf dalam iklan di  koran karena omongannya di media sosial (facebook, twitter, weblog, BBM, SMS dan lain-lain). Baik disengaja atau sekadar iseng, tak jarang ketersinggungan berlanjut ke somasi hukum. Sebagian masuk ke pengadilan dengan tuntutan UU No.11 Thn 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ancamannya, penjara 6 tahun dan denda Rp 1 Milyar !
Kasus Prita Mulyasari yang berseteru dengan pihak rumah sakit di Tangerang akibat curhatnya Prita di media sosial, berdampak besar di republik ini.  Segenap lapisan masyarakat tergugah mengumpulkan koin demi bebasnya Prita dari jeratan hukum. Termasuk presiden SBY pun angkat bicara
Memang dunia maya tempat yang asyik untuk menyampaikan ekspresi maupun gagasan. Namun perlu diingat, kita tidak bisa seenaknya melakukan hal-hal diluar batasan norma dan aturan berlaku. UU ITE harus diketahui agar kita waspada, mawas diri dan bersikap sewajarnya.
Menurut Marks Poster (1990), media sosial termasuk  The Second Media Age, dimana dunia maya akan mengubah masyarakat. Dalam teori media baru ini,  dunia maya memberikan tempat interaksi semu yang memperluas hubungan pribadi, sosial serta tempat berbagi pandangan yang tidak bisa dilakukan media sebelumnya.
Deretan contoh kasus di atas mengingatkan kita petuah lama: “mulutmu adalah harimaumu”. Jika lupa, akan menerkam diri kita sendiri. Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan kata-kata tanpa dipikirkan yang menyebabkan dia tergelincir ke dalam neraka yang jaraknyaa lebih jauh antara timur dan barat.” (HR. Bukhari Muslim)
Sumber: TRIBUN JABAR, 15 Juni 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar