Rabu, 22 Januari 2014

Amandemen UUD 1945 Kelima



Posisi rakyat Indonesia sekarang mungkin serba salah. Jika UUD 1945 tidak diamandemen, maka dianggap konstitusi negara tertinggi itu kelewat statis dan tidak mengikuti perkembangan zaman. Tetapi jika UUD 1945 kembali diamandemen, lantas apa untungnya bagi rakyat Indonesia?

           Jujur saja, sebagai orang awam kita berpendapat – meski pun telah empat kali UUD 1945 diamandemen – kenyataannya hidup rakyat tetap saja susah. Terbukti dinamika kehidupan rakyat masih kembang kempis, harga kebutuhan pokok sehari-hari meningkat, derajat kemiskinan membengkak, dan kisruh politik tak kunjung reda. Jadi seolah-olah Amandemen UUD 1945 yang telah dilakukan selama ini tidak ada korelasinya dengan peningkatan kesejahteraan rakyat.

              Tetapi herannya, bagi politisi dan peminat kekuasaan – tampaknya Amandemen UUD 1945 itu dianggap sangat penting. Saking pentingnya, banyak ahli hukum dan para pakar politik sibuk berdebat soal Amandemen UUD 1945, bahkan ada yang menggugatnya hingga ke Mahkamah Agung. 

Itulah sebabnya DPR belum lama ini diam-diam menyetujui Amandemen UUD 1945 kelima. Tanpa perdebatan seru di publik sejumlah fraksi DPR menyepakati Amandemen UUD 1945. Padahal selama ini kita paham setiap rancangan RUU dan pengesahaan UU di DPR selalu diwarnai tarik ulur. Herannya kali ini rencana perubahan UUD 1945 tersebut bergulir mulus.

Sekurangnya tersirat tujuh usulan yang menjadi bahan pembahasan Amandemen 1945 kelima. Diantaranya (1) MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara, (2) Menghidupkan kembali MPR, (3) Pemilihan Panglima TNI, Kapolri, dan Dubes menjadi wewenang Presiden, (4) Peninjauan kembali wewenang MK, (5) Penegasan bikameral, (6) Pilkada langsung atau lewat DPR,  dan (6)  penegasan Pasal 33.

Menurut rencana Amandemen UUD 1945 yang kelima kalinya ini tidak dibahas atau disahkan oleh DPR periode sekarang. Melainkan diserahtugaskan kepada DPR periode 2014-2019 atau DPR hasil Pemilu 2014 mendatang. Alasannya,  Amandemen UUD 1945 kelima butuh waktu lama dan perlu komprehensif.

                  Sebenarnya memang sejak lama muncul desakan agar UUD 1945 kembali diamandemen. Setelah keempat kalinya UUD 1945 diamandemen -- pertama (1999), kedua (2000), ketiga (2001) dan keempat (2002), seluruh modifikasi pengurangan dan penambahan kalimat UUD 1945 dianggap kurang memuaskan.


 Alasan Amandemen UUD 1945 pertama terjadi karena kekuasaan Presiden dipandang terlalu kuat (executive heavy), sehingga pemilihan Presiden perlu dilakukan secara langsung. Ide dasarnya dicetuskan Presiden BJ Habibie di masa awal era reformasi. Maka dibentuklah Tim Nasional Reformasi Menuju Masyarakat Madani dan Kelompok Reformasi Hukum Perundang-Undangan yang dikoordinir Prof. Jimly Asshiddiqie, akhirnya dilakukan Amandemen  9 pasal (pasal 5, 7, 9, 13, 14, 15, 17, 20, dan 21).

Amandemen kedua, disahkan lewat Sidang Umum MPR dengan Amandemen 5 Bab  (X, IXA, X, XA, XII, dan XV. Hal baru yang ditambahkan adalah Hak Asasi Manusia, disamping penegasan kembali tentang Pemerintah Daerah, DPR dan Kewenangannya, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan.

Sedangkan Amandemen ketiga dilakukan 3 Bab (VIIA, VIIB, VIIIA) dan 22 pasal yang disahkan pada Sidang Terbatas MPR. Masalah utama yang ditekankan amandemen ketiga ini adalah Bentuk dan Kedaulatan Negara, Kewenangan MPR, Kepresidenan, Impeachment, Keuangan Negara, Kekuasaan Kehakiman.

Terakhir pada Amandemen keempat, terjadi beberapa perubahan. Diantaranya,  Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menjadi bagian dari MPR, penggantian Presiden,  pernyataan perang, perdamaian dan perjanjian, mata uang, bank sentral, pendidikan dan kebudayaan, perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial, perubahan UUD.  Akhirnya ditentukan Amandemen 2 Bab (XIII dan XIV)  serta 13 Pasal.

Bila dicermati dari keseluruhan Amandemen yang telah dilakukan tersebut,  para ahli hukum negara kerap silang pendapat. Sekurangnya terdapat tiga kategori yang berbeda menyikapi setiap Amandemen yang terjadi. 

Pertama, pihak yang menolak (kontra) Amandemen, menginginkan kembali ke UUD 1945 secara murni dan konsekuen sebagaimana dulu pernah disusun oleh founding father kita dalam sidang PPUKI tahun 1945. Kedua, di pihak pro Amandemen menganggap berbeda perlu UUD 1945 yang ada belum sempurna karena di masa pra-kemerdekaan dikerjakan tergesa-gesa (darurat). Ketiga, kelompok berbeda berpendapat UUD 1945 sewaktu-waktu bisa di-Amandemen sesuai dinamika zaman.  

Sesungguhnya mengamandemen UUD 1945 itu melahirkan konsekuensi, baik instabilitas politik mau pun ekonomi. Selain itu butuh tenaga besar dalam pengelolaan negara akibat perubahan konstitusi. Prasyarat awalnya, tentu memerlukan legal drafting yang teruji serta memiliki visi ke depan.

Sayangnya dalam merumuskan Amandemen 1945 tak luput disusupi bermacam kepentingan. Penelitian Valina Singka (2008) misalnya, menyebutkan pembahasan keempat Amandemen 1945 yang telah dilakukan sebelumnya diwarnai kompetisi, bargaining, kompromis, kepentingan partai bahkan politik aliran.

Kita pun berharap, apa pun isi Amandemen UUD 1945 yang bakal dikerjakan nanti tidak keluar dari semangat dasar perjuangan bangsa seperti yang tersirat dalam pembukaan UUD 1945. Kita menyadari paradigma perubahan sosial politik begitu pesat terjadi. Namun ruh UUD 1945 hendaknya tetap sebagai zeitgeist, dan tidak terpengaruh oleh sikap pragmatis. Sesungguhnya rakyat juga ingin memperoleh manfaat dari Amandemen 1945 kelima nanti.

Sumber: TRIBUN JABAR, Rabu 22 Januari 2014