ADA kebijakan sangat menarik yang akan
dikeluarkan Kang Emil (Ridwan Kamil). Mulai 1 November 2016, sebagai Walikota,
ia akan mengeluarkan surat edaran pelarangan pemakaian stryrofoam untuk wadah makanan bagi pedagang makanan dan minuman di
Bandung.
Kebijakan
tentu harus kita apresiasi. Menyusul hasil kajian Badan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (BPLHD) Kota Bandung yang menyatakan, sampah stryrofoam rata-rata
mencapai 27,02 ton perbulan.
Para
ahli lingkungan paham, sampah stryrofoam itu susah hancur secara alami. Konon,
bila didiamkan, terurai lebih 130 tahun. Oleh sebab itu, stryrofoam ditengarai
banyak tersangkut di got, saluran pembuangan, akhirnya menimbulkan banjir cileuncang.
Jika
27,02 ton sampah stryrofoam itu di tumpuk, tak terbayangkan, dalam setahun
mungkin tingginya melebihi atap kantor Balaikota. Artinya, kali ini Kang Emil
tidak main-main, ia akan menindak tegas pedagang yang masih menggunakan
styrofoam.
Boleh
dibilang, Bandung merupakan kota pertama di Indonesia yang melarang penggunaan
styrofoam. Tanpa disadari, Kang Emil boleh dibilang walikota enviromentalis
(pejuang lingkungan) sejati.
Bahaya
kesehatan
Memang
cukup lama beredar informasi, stryrofoam itu sangat berbahaya bila digunakan
sebagai wadah makanan dan minuman. Cukup banyak literatur toksikologi menyebutkan,
stryrofoam menimbulkan banyak penyakit, diantaranya mengganggu kelenjar tyroid,
system saraf, anemia dan kanker. Bahaya utama disebabkan butiran styrene yang
menggunakan benzene. (Ernest Hodgson et.al, “Modern Toxicology”, 2000)
Bahan
dasar styrofoam adalah polisterin, jenis plastik yang ringan, murah, tetapi
cepat rapuh. Karena kerapuhannya, polisterin dicampur seng dan senyawa
butadien. Hal ini yang menyebabkan polisterin berubah warna menjadi putih susu.
Untuk kekuatannya ditambah zat kimia plasticizer. Plastik busa yang mudah
terurai menjadi struktur kecil hasil proses peniupan gas klorofluorokarbon.
Hasil seluruh proses ini yang sering kita pergunakan selama ini. (Sulchan 2007,
dalam “Bahaya Stryrofoam Terhadap
Kesehatan dan Lingkungan”, Ervi Afifah 2013).
Suatu
penelitian di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa 100% jaringan lemak warga di
Amerika mengandung styrene yang berasal dari styrofoam. Semakin panas makanan
berlemak di wadah stryrofoam, maka semakin cepat pula bahan kimia styrofoam
migrasi masuk ke makanan atau minuman.
Pada
Juli 2001, Divisi Keamanan Pangan pemerintah Jepang mengungkapkan bahwa residu
stryrofoam sangat berbahaya. Residu tersebut menyebabkan endocrine distrupter
(EDC), yaitu suatu penyakit endokrinologi dan reproduksi bahan kimia karsinogen
yang tercemar dari makanan.
Bahaya
lingkungan
Sangat jelas
bahwa stryrofoam berdampak buruk bagi kesehatan. Selain itu, termasuk kategori
tidak ramah lingkungan. Untuk menghancurkannya, biasanya pengusaha mendaur
ulang sampah stryrofoam menjadi kemasan baru. Tindakan ini menimbulkan bahaya
ganda yang masif .
Bagaimana pun,
polystyrene (bahan utama styrofoam) yang berasal dari minyak bumi bukanlah
sumber daya terbarukan. Jika dibakar
akan mengeluarkan 54 jenis zat beracun. Bila ditanam ini dapat merusak tanah,
serta melepaskan bahan kimia berbahaya tatkala dibuang ke laut (Nick H Proctor
et.al, Chemical Hazards, 1978)
Data
EPA (Enviromental Protection Agency) menyebutkan, limbah berbahaya yang
dihasilkan dari proses pembuatan styrofoam sangat banyak. Hal itu menyebabkan
EPA mengategorikan proses pembuatan styrofoam sebagai penghasil limbah
berbahaya ke-5 terbesar di dunia.
Selain
di kota Oxford Inggris, di kota New York dan Washington Amerika Serikat sejak
tahun lalu (2015) sudah melarang produk expandable
polystyrene foam (EPS) sekali pakai, termasuk gelas, mangkuk, piring, dan
boks makan. Itu sebabnya, McDonalds berhenti total menggunakan EPS sejak 2013.
Di kota Portland, juga diterapkan aturan yang sama, karena stryrofoam dianggap
salah satu jenis sampah yang paling banyak ditemukan di Sungai Anacostia.
Sehari-hari kita sering
menyaksikan stryrofoam digunakan sebagai wadah seblak, nasi goreng, mie dan
pelbagai wadah makanan dan minuman lainnya oleh pedagang kecil. Diam-diam wadah stryrofoam menimbulkan ancaman
kesehatan, juga lingkungan.
Sekarang sudah saatnya
warga Bandung cinta pada lingkungan hidup dan menyayangi dirinya sendiri. Setidaknya
surat edaran pelarangan penggunaan stryrofoam yang akan dikeluarkan Kang Emil
merupakan bentuk kanyaah Walikota
Bandung kepada warganya. Bahkan ada landasan hukumnya, yakni UU No.18 tahun
2008 tentang Pengelolaan Sampah.
TRIBUN JABAR, 19 Oktober 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar