Minggu, 27 November 2016

Bola Salju Donald Trump



KRITERIA calon pemimpin harus santun, jangan suka mencela dan arogan, tampaknya tidak berlaku bagi warga Amerika Serikat (AS). Buktinya, mereka lebih memilih Donald Trump (Partai Republik) ketimbang Hillary Clinton (Partai Demokrat)  pada pemilu presiden 8 November yang lalu.  Trump telah melewati batas aman 270 electoral college. Menurut rencana, Trump akan disumpah menjadi presiden AS ke-45, pada 21 Januari 2017 nanti di Memorial Lincoln, Washington D.C
            Milyaran manusia tersentak. Bagaimana mungkin Trump yang terkenal kontoversial itu bisa memenangkan kontestasi presiden. Padahal sebelumnya pengamat memprediksi Trump bakal kalah. Diam-diam banyak pemimpin negara lainnya pun berharap Trump tidak terpilih, Salah satu kekhawatiran, jangan sampai tingkah Trump yang kasar itu menular pada kebijakan negara super power yang dipimpinnya.
            Tetapi sebaliknya, warga AS mungkin tak perduli urusan karakter Trump. Beberapa tahun terakhir ini, mereka banyak kehilangan pekerjaan karena perekonomian stagnan, hubungan dagang eksternal kurang menguntungkan, pembangunan tersendat serta tiada henti datangnya kaum migran Meksiko yang menyita lapangan pekerjaan mereka.
            Trump melihat semua itu dengan jeli.  Oleh sebab itu, dalam kampanye Trump lebih menawarkan kepentingan domestik warga AS, seperti: janji membuka 25 juta lapangan kerja, renegosiasi dagang, peningkatan infrastruktur serta proteksi migran dari Meksiko. Secara radikal Trump pernah berucap, bila perlu membangun tembok pembatas agar imigran Meksiko tidak masuk AS. Rencana menaikkan 30 persen tarif impor barang asal Mexico. Tak terkecuali China kena imbas, tarif barang impor dari China akan dinaikkan hingga 45 persen.

Arogansi Trump
Saya bukan pengamat internasional. Tetapi dari kampanye Trump yang disiarkan luas, dari video-nya di youtube, juga dari situs media asing, terlihat betapa kaget dan cemasnya banyak orang di muka bumi ini terhadap Trump.
Kecemasan utama adalah tentang perilaku Trump yang kontoversial. Sulit dibayangkan, bagaimana divergensi risiko calon presiden negara adidaya bila gemar melontarkan ucapan-ucapan nyeleneh.
Dalam debat kampanye dengan rival beratnya Hillary, ia merasa dirugikan oleh rangkaian pertanyaan pemandu  acara Megyn Kelly, di televisi Fox News. Selang hari berbeda. lewat televisi CNN, Trump berkomentar: "Anda dapat melihat, ada darah keluar dari matanya, darah keluar dari dia (Kelly) di manapun," cela Trump. Ucapan Trump itu dinilai diskriminatif, melecehkan kaum wanita, yang selama ini  AS  dikenal biangnya feminisme.
Selain itu, Trump pernah mengeluarkan beragam pernyataan menyinggung umat muslim. Dia mengemukakan gagasan untuk memantau masjid-masjid di AS dan ingin agar umat muslim diawasi aparat sebagai langkah melawan terorisme.
Pada Desember 2015 lalu, Trump menyerukan diberlakukannya upaya terpadu agar kaum muslim tidak memasuki AS.  Bagi warga muslim AS, akan diberikan tanda khusus. Tapi untunglah pernyataan Trump yang diskriminatif itu menghilang dari situs resmi kampanyenya setelah ia dinyatakan menang pemilu presiden.

Trump dan Indonesia
Kecemasan berikutnya adalah tentang pernyataan Trump yang selalu proteksionis dan  inward-looking. Kesannya, seperti kurang toleran, egois mementingkan negaranya.  Sangat bertolak belakang dengan style Presiden AS Barrack Obama.
 Hubungan Indonesia-AS selama ini memang agak emosional. Maklum saja, tatkala masa bocah Obama sempat menetap di Jakarta, sekolah di SD Santo Fransiskus Asisi di Tebet selama tiga tahun, lalu pindah ke SD Negeri Menteng 1 (atau SD Besuki) hingga ia berusia 10 tahun. Kemudian kembali ke Honolulu, Hawaii, tinggal bersama neneknya.
 Tetapi, sebagian besar warga AS menganggap pemerintahan Obama kurang tegas, lamban dan outward-looking.  Obama agak asik terlibat urusan eksternal, mencampuri  urusan Timur Tengah serta hubungan multilateral lainnya. Takut gaya yang sama diteruskan rekan separtainya Hillary Clinton.
Tampaknya janji Trump soal perubahan kebijakan dan perbaikan ekonomi sangat mengena di hati warga AS. Dengan indikasi, saat perhitungan suara Trump dipastikan menang pemilu, investor dan pialang AS spontan menarik dananya mudik ke AS.  Pasar keuangan AS seperti Wall Street, Dow Jones dan lainnya langsung menguat.
Pasar spot antar bank di Bandung sempat tak stabil, dalam sehari Ro 13.200 melonjak Rp 13.800 per USD, kemudian terhenti di Rp 13.300 (Jumat sore, 11/10). Begitu pula Indek Harga Saha Gabungan (IHSG) merosot. Hal yang sama dialami negara tetangga lainnya. Cobaan moneter berikutnya, tinggal menunggu bank sentral AS The Fed mengeluarkan kebijakan suku bunga.
 Meski demikian, kita tak perlu cemas tentang lemparan bola salju Trump. Semoga ke depan Trump bersikap lunak tentang hubungan bilateral Indonesia-AS khususnya negosiasi dagang. Apalagi tersiar kabar masih ada jaringan bisnis pribadi Trump di Indonesia jauh sebelum ia terpilih menjadi Presiden AS, seperti kerjasama dengan salah satu televisi swasta kita, hotel di Bali dan resort mewah di Lido, Sukabumi,  Jawa Barat. 

GALAMEDIA, 15 November 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar