KRITERIA calon pemimpin
harus santun, jangan suka mencela dan arogan, tampaknya tidak berlaku bagi
warga Amerika Serikat (AS). Buktinya, mereka lebih memilih Donald Trump (Partai
Republik) ketimbang Hillary Clinton (Partai Demokrat) pada pemilu presiden 8 November yang
lalu. Trump telah melewati batas aman
270 electoral college. Menurut
rencana, Trump akan disumpah menjadi presiden AS ke-45, pada 21 Januari 2017 nanti
di Memorial Lincoln, Washington D.C
Milyaran
manusia tersentak. Bagaimana mungkin Trump yang terkenal kontoversial itu bisa
memenangkan kontestasi presiden. Padahal sebelumnya pengamat memprediksi Trump bakal
kalah. Diam-diam banyak pemimpin negara lainnya pun berharap Trump tidak
terpilih, Salah satu kekhawatiran, jangan sampai tingkah Trump yang kasar itu menular
pada kebijakan negara super power
yang dipimpinnya.
Tetapi
sebaliknya, warga AS mungkin tak perduli urusan karakter Trump. Beberapa tahun
terakhir ini, mereka banyak kehilangan pekerjaan karena perekonomian stagnan,
hubungan dagang eksternal kurang menguntungkan, pembangunan tersendat serta
tiada henti datangnya kaum migran Meksiko yang menyita lapangan pekerjaan
mereka.
Trump
melihat semua itu dengan jeli. Oleh
sebab itu, dalam kampanye Trump lebih menawarkan kepentingan domestik warga AS,
seperti: janji membuka 25 juta lapangan kerja, renegosiasi dagang, peningkatan
infrastruktur serta proteksi migran dari Meksiko. Secara radikal Trump pernah
berucap, bila perlu membangun tembok pembatas agar imigran Meksiko tidak masuk
AS. Rencana menaikkan 30 persen tarif impor barang asal Mexico. Tak terkecuali China
kena imbas, tarif barang impor dari China akan dinaikkan hingga 45 persen.
Arogansi
Trump
Saya bukan pengamat internasional.
Tetapi dari kampanye Trump yang disiarkan luas, dari video-nya di youtube, juga dari situs media asing,
terlihat betapa kaget dan cemasnya banyak orang di muka bumi ini terhadap
Trump.
Kecemasan utama adalah tentang
perilaku Trump yang kontoversial. Sulit dibayangkan, bagaimana divergensi
risiko calon presiden negara adidaya bila gemar melontarkan ucapan-ucapan nyeleneh.
Dalam debat kampanye dengan
rival beratnya Hillary, ia merasa dirugikan oleh rangkaian pertanyaan pemandu acara Megyn Kelly, di televisi Fox News. Selang
hari berbeda. lewat televisi CNN, Trump berkomentar: "Anda dapat melihat,
ada darah keluar dari matanya, darah keluar dari dia (Kelly) di manapun,"
cela Trump. Ucapan Trump itu dinilai diskriminatif, melecehkan kaum wanita,
yang selama ini AS dikenal biangnya feminisme.
Selain itu, Trump
pernah mengeluarkan beragam pernyataan menyinggung umat muslim. Dia mengemukakan
gagasan untuk memantau masjid-masjid di AS dan ingin agar umat muslim diawasi
aparat sebagai langkah melawan terorisme.
Pada Desember 2015
lalu, Trump menyerukan diberlakukannya upaya terpadu agar kaum muslim tidak
memasuki AS. Bagi warga muslim AS, akan
diberikan tanda khusus. Tapi untunglah pernyataan Trump yang diskriminatif itu
menghilang dari situs resmi kampanyenya setelah ia dinyatakan menang pemilu
presiden.
Trump dan Indonesia
Kecemasan berikutnya adalah tentang pernyataan Trump yang
selalu proteksionis dan inward-looking. Kesannya, seperti kurang
toleran, egois mementingkan negaranya.
Sangat bertolak belakang dengan style
Presiden AS Barrack Obama.
Hubungan Indonesia-AS selama
ini memang agak emosional. Maklum saja, tatkala masa bocah Obama sempat menetap
di Jakarta, sekolah di SD Santo Fransiskus Asisi di Tebet selama tiga tahun,
lalu pindah ke SD Negeri Menteng 1 (atau SD Besuki) hingga ia berusia 10 tahun.
Kemudian kembali ke Honolulu, Hawaii, tinggal bersama neneknya.
Tetapi, sebagian besar
warga AS menganggap pemerintahan Obama kurang tegas, lamban dan outward-looking. Obama agak asik terlibat urusan eksternal,
mencampuri urusan Timur Tengah serta
hubungan multilateral lainnya. Takut gaya yang sama diteruskan rekan
separtainya Hillary Clinton.
Tampaknya janji Trump soal perubahan kebijakan dan perbaikan
ekonomi sangat mengena di hati warga AS. Dengan indikasi, saat perhitungan
suara Trump dipastikan menang pemilu, investor dan pialang AS spontan menarik
dananya mudik ke AS. Pasar keuangan AS
seperti Wall Street, Dow Jones dan lainnya langsung menguat.
Pasar spot antar bank di Bandung sempat tak stabil, dalam
sehari Ro 13.200 melonjak Rp 13.800 per USD, kemudian terhenti di Rp 13.300
(Jumat sore, 11/10). Begitu pula Indek Harga Saha Gabungan (IHSG) merosot. Hal
yang sama dialami negara tetangga lainnya. Cobaan moneter
berikutnya, tinggal menunggu bank sentral AS The Fed mengeluarkan kebijakan
suku bunga.
Meski
demikian, kita tak perlu cemas tentang lemparan bola salju Trump. Semoga ke
depan Trump bersikap lunak tentang hubungan bilateral Indonesia-AS khususnya
negosiasi dagang. Apalagi tersiar kabar masih ada jaringan bisnis pribadi Trump
di Indonesia jauh sebelum ia terpilih menjadi Presiden AS, seperti kerjasama
dengan salah satu televisi swasta kita, hotel di Bali dan resort mewah di Lido,
Sukabumi, Jawa Barat.
GALAMEDIA, 15 November 2016
GALAMEDIA, 15 November 2016