Jumat, 06 September 2013

Janji Walkot Bandung Terpilih

JIKA tidak ada aral melintang, dapat dipastikan tanggal 16 September mendatang pasangan Ridwan Kamil-Oded Danial akan dilantik menjadi Walikota dan Wakil Walikota Bandung.

Terlepas dari timbulnya gugatan hukum dalam proses pilwalkot, ada beberapa catatan tersisa dari kampanye pasangan Ridwan Kami-Oded Danial untuk dijadikan ingatan bersama. Mengingat janji kampanye politik merupakan kontrak sosial, maka perlu diimplementasikan bagi Ridwan Kamil -Ode Danial tatkala memimpin warga Bandung dari gedung Balaikota.

Janji politik kampanye merupakan ikatan moral. Banyak orang menyebutnya kontrak politik. Sayangnya, janji politik itu tidak termasuk hukum perdata. Sebagai contoh, aktivis Boy Hargens beserta 71 orang lainnya beberapa tahun silam pernah menagih janji presiden SBY dan wakil presiden Jusuf Kalla pada kampanye pilpres 2004 dalam gugatan citizen lawsuit di PN Jakarta Pusat. Ternyata hakim memutuskan, janji kampanye bukan lah wanprestasi, tidak bisa menjadi sengketa hukum. Akhirnya gugatan tersebut gugur.

Sebagaimana janji politik sebagai ikatan moral, maka pendekatannya juga harus secara politik. Setidaknya masya­rakat Bandung menjadi saksi bagaimana kandidat pilwalkot telah menawarkan janji kampanye. Masalahnya, atas dasar tawaran program itulah alasan faktor dominan daya tarik orang memilih.

Walau pun pelantikan resmi beberapa hari mendatang , semoga sejak dini pasangan Ridwan Kami-Oded Danial mulai me­nyusun detail program yang ditawarkan. Sekurangnya ada beberapa janji yang pernah dilontarkan sewaktu kampanye, seperti Kartu Juara "I Love Bandung", pengurangan kemiskinan, penyiapan kerja, transportasi lancar (monorail) dan bebas macet serta bebas banjir.

Kartu Juara

Sungguh menarik, Kartu Juara dimaksudkan untuk menolong masyarakat tak mampu berisi asuransi kesehatan, santunan untuk yang meninggal, ambulans gratis serta pus­kes­mas yang buka praktiknya hingga malam hari. Telah didistribusi­kan sekitar 60 ribu kartu ke seluruh warga. Sekilas sungguh menyejukkan hati, karena cakupannya peruntukan masyarakat miskin.

Potret kemiskinan Bandung memang terpampang di depan mata. Para pengemis, tunawisma dan rumah-rumah kardus layaknya kurung japati menjadi pemandangan kurang menyedapkan. Begitu pula bila kita kukurusukan keluar masuk gang, akan jelas wajah asli kemiskinan kota seutuhnya. Di beberapa rumah tak jarang penduduk menjemur nasi sebagai makanan daur ulang.

Gambaran kesedihan itu akan terobati bila Kartu Juara sebagai penolong kaum dhuafa. Dari 2,4 juta penduduk Bandung, saat ini terdapat lebih 20 persen tergolong rentan miskin. Kemiskinan dan kesehatan layaknya analogi telur dan ayam, mana dulu yang mau dibereskan. Seperti ucapan nobelis Gunnar Myrdal: "people are sick because they are poor. They become poorer because they are sick. And they become sicker because they are poorer".

Bandung kini menunjukkan wajah bermuka dua. Di satu sisi terkenal dengan kota jasa, kosmopolitan, modern, dan hampir mirip dengan kota-kota besar lainnya di dunia. Tapi di sisi lain, ditemukan "tipuan" wajah kusam di balik layar gemerlap. Pada beberapa tempat tersebar kantong-kantong kemiskinan menutupi keindahannya.

Menurut Hans Dieter Evers (1982), di sisi lain kehidupan kota yang menunjuk­kan kemajuan, terdapat keterbelakangan yang mencerminkan potret ketidakberdayaan, kemiskinan yang terkonsentrasi pada pemukiman kumuh (slum area).

Hadir asumsi kemiskinan, kesehatan dan pengangguran menjadi lingkaran setan yang harus dientaskan. Kemiskinan dapat diputus melalui kemudahan memperoleh hak pendidikan. Dengan baiknya pendidikan akan mengurangi pengangguran.

Dalam janji kampanye Ridwan Kamil-Oded Danial, disebutkan janji penyerap­an 250.000 angkatan kerja dan 100.000 wiraswastawan. Imbasnya akan terjadi penurunan angka kemiskinan di kota Bandung. Para ekonom telah menghitung, penyerapan 300.000 tenaga kerja identik dengan peningkatan 1 persen laju ekonomi nasional. Saat ini laju ekonomi negara kita sekitar 6 persen. Apabila Ridwan Kamil-Oded Danial nantinya sanggup mengaplikasikan programnya, de­ngan kata lain kota Bandung menjadi konstributor terbesar bagi peningkatan laju ekonomi Indonesia.

Macet dan banjir

Sebagai arsitektur bertaraf internasional, Ridwan Kamil tentu mempunyai impian Bandung sebagai kota modern menyaingi kota-kota besar lainnya di Indonesia. Dalam diskusi terbatas di Bandung, Januari 2013 yang lalu, Philips Vermonte dkk. dari CSIS Jakarta membuka penelitiannya, bahwa salah satu skala prioritas yang harus dibenahi di di Bandung, adalah infrastruktur.

Infrastruktur kota Bandung saat ini memang amburadul. Munculnya perwakilan masyarakat melakukan gugatan class-action akibat jalan rusak yang menelan korban nyawa, menunjukkan pelayanan publik rapuh. Pada sisi lain, kerap terjadi banjir cileuncang, kemacetan, menimbulkan rasa malu tatkala setiap akhir pekan 200.000 kenderaan wisatawan mengunjungi Bandung. Solusi untuk membebaskan banjir cileuncang dan mengurai kemacetan merupakan harapan bersama. Apalagi tawaran ide spektakuler rencana pembangunan monorail. Tentunya kerja besar ini sangat dinanti warga Bandung. Semoga Ridwan Kamil-Oded Danial menepati janjinya, seperti "Orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya." (QS. Almukminun: 8).

Sumber: GALAMEDIA, 6 September 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar