JIKA tidak ada aral melintang, dapat dipastikan tanggal 16
September mendatang pasangan Ridwan Kamil-Oded Danial akan dilantik
menjadi Walikota dan Wakil Walikota Bandung.
Terlepas dari timbulnya gugatan hukum dalam proses pilwalkot, ada
beberapa catatan tersisa dari kampanye pasangan Ridwan Kami-Oded Danial
untuk dijadikan ingatan bersama. Mengingat janji kampanye politik
merupakan kontrak sosial, maka perlu diimplementasikan bagi Ridwan Kamil
-Ode Danial tatkala memimpin warga Bandung dari gedung Balaikota.
Janji politik kampanye merupakan ikatan moral. Banyak orang menyebutnya
kontrak politik. Sayangnya, janji politik itu tidak termasuk hukum
perdata. Sebagai contoh, aktivis Boy Hargens beserta 71 orang lainnya
beberapa tahun silam pernah menagih janji presiden SBY dan wakil
presiden Jusuf Kalla pada kampanye pilpres 2004 dalam gugatan citizen
lawsuit di PN Jakarta Pusat. Ternyata hakim memutuskan, janji kampanye
bukan lah wanprestasi, tidak bisa menjadi sengketa hukum. Akhirnya
gugatan tersebut gugur.
Sebagaimana janji politik sebagai ikatan moral, maka pendekatannya juga
harus secara politik. Setidaknya masyarakat Bandung menjadi saksi
bagaimana kandidat pilwalkot telah menawarkan janji kampanye.
Masalahnya, atas dasar tawaran program itulah alasan faktor dominan daya
tarik orang memilih.
Walau pun pelantikan resmi beberapa hari mendatang , semoga sejak dini
pasangan Ridwan Kami-Oded Danial mulai menyusun detail program yang
ditawarkan. Sekurangnya ada beberapa janji yang pernah dilontarkan
sewaktu kampanye, seperti Kartu Juara "I Love Bandung", pengurangan
kemiskinan, penyiapan kerja, transportasi lancar (monorail) dan bebas
macet serta bebas banjir.
Kartu Juara
Sungguh menarik, Kartu Juara dimaksudkan untuk menolong masyarakat tak
mampu berisi asuransi kesehatan, santunan untuk yang meninggal, ambulans
gratis serta puskesmas yang buka praktiknya hingga malam hari. Telah
didistribusikan sekitar 60 ribu kartu ke seluruh warga. Sekilas sungguh
menyejukkan hati, karena cakupannya peruntukan masyarakat miskin.
Potret kemiskinan Bandung memang terpampang di depan mata. Para
pengemis, tunawisma dan rumah-rumah kardus layaknya kurung japati
menjadi pemandangan kurang menyedapkan. Begitu pula bila kita
kukurusukan keluar masuk gang, akan jelas wajah asli kemiskinan kota
seutuhnya. Di beberapa rumah tak jarang penduduk menjemur nasi sebagai
makanan daur ulang.
Gambaran kesedihan itu akan terobati bila Kartu Juara sebagai penolong
kaum dhuafa. Dari 2,4 juta penduduk Bandung, saat ini terdapat lebih 20
persen tergolong rentan miskin. Kemiskinan dan kesehatan layaknya
analogi telur dan ayam, mana dulu yang mau dibereskan. Seperti ucapan
nobelis Gunnar Myrdal: "people are sick because they are poor. They
become poorer because they are sick. And they become sicker because they
are poorer".
Bandung kini menunjukkan wajah bermuka dua. Di satu sisi terkenal dengan
kota jasa, kosmopolitan, modern, dan hampir mirip dengan kota-kota
besar lainnya di dunia. Tapi di sisi lain, ditemukan "tipuan" wajah
kusam di balik layar gemerlap. Pada beberapa tempat tersebar
kantong-kantong kemiskinan menutupi keindahannya.
Menurut Hans Dieter Evers (1982), di sisi lain kehidupan kota yang
menunjukkan kemajuan, terdapat keterbelakangan yang mencerminkan potret
ketidakberdayaan, kemiskinan yang terkonsentrasi pada pemukiman kumuh
(slum area).
Hadir asumsi kemiskinan, kesehatan dan pengangguran menjadi lingkaran
setan yang harus dientaskan. Kemiskinan dapat diputus melalui kemudahan
memperoleh hak pendidikan. Dengan baiknya pendidikan akan mengurangi
pengangguran.
Dalam janji kampanye Ridwan Kamil-Oded Danial, disebutkan janji
penyerapan 250.000 angkatan kerja dan 100.000 wiraswastawan. Imbasnya
akan terjadi penurunan angka kemiskinan di kota Bandung. Para ekonom
telah menghitung, penyerapan 300.000 tenaga kerja identik dengan
peningkatan 1 persen laju ekonomi nasional. Saat ini laju ekonomi negara
kita sekitar 6 persen. Apabila Ridwan Kamil-Oded Danial nantinya
sanggup mengaplikasikan programnya, dengan kata lain kota Bandung
menjadi konstributor terbesar bagi peningkatan laju ekonomi Indonesia.
Macet dan banjir
Sebagai arsitektur bertaraf internasional, Ridwan Kamil tentu mempunyai
impian Bandung sebagai kota modern menyaingi kota-kota besar lainnya di
Indonesia. Dalam diskusi terbatas di Bandung, Januari 2013 yang lalu,
Philips Vermonte dkk. dari CSIS Jakarta membuka penelitiannya, bahwa
salah satu skala prioritas yang harus dibenahi di di Bandung, adalah
infrastruktur.
Infrastruktur kota Bandung saat ini memang amburadul. Munculnya
perwakilan masyarakat melakukan gugatan class-action akibat jalan rusak
yang menelan korban nyawa, menunjukkan pelayanan publik rapuh. Pada sisi
lain, kerap terjadi banjir cileuncang, kemacetan, menimbulkan rasa malu
tatkala setiap akhir pekan 200.000 kenderaan wisatawan mengunjungi
Bandung. Solusi untuk membebaskan banjir cileuncang dan mengurai
kemacetan merupakan harapan bersama. Apalagi tawaran ide spektakuler
rencana pembangunan monorail. Tentunya kerja besar ini sangat dinanti
warga Bandung. Semoga Ridwan Kamil-Oded Danial menepati janjinya,
seperti "Orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan
janjinya." (QS. Almukminun: 8).
Sumber: GALAMEDIA, 6 September 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar